KOMPAS/ALIF ICHWANLima
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kiri ke kanan Busyro
Muqoddas, Adnan Pandu Praja, Abraham Samad (Ketua), Bambang Widjojanto
dan Zulkarnain menyampaikan paparan di ruangan pertemuan Gedung KPK,
Jakarta, Kamis (27/12/2012). Kelima pimpinan KPK ini menyampaikan
capaian kinerja KPK selama tahun 2012, sebagai wujud dari transparansi
kinerja pimpinan KPK periode 2011- 2015.
Oleh Indah Surya Wardhani
KOMPAS.com - Independensi Komisi Pemberantasan Korupsi dipertaruhkan menyusul mencuatnya isu kebocoran draf surat perintah penyidikan
atas nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Namun, publik
tetap meletakkan asa pada lembaga ini agar korupsi tumbang hingga
akarnya.
Profesionalisme dan soliditas tak urung menjadi
pertanyaan setelah bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) KPK.
Sprindik yang mencantumkan nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum itu kembali menyeret KPK dalam kemelut politik terbaru yang
melibatkan elite pemimpin parpol. Penentuan status hukum Anas menjadi
penting karena isu kasus korupsi Hambalang menjadi salah satu sebab gonjang-ganjing kepemimpinan Partai Demokrat jelang Pemilihan Umum 2014.
Penanganan atas keterlibatan Anas
yang terkesan berlarut-larut telah menimbulkan tudingan bermainnya
kepentingan politik. Maklum, dugaan keterlibatan politisi muda itu sudah
disebut-sebut dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang
menyidangkan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Pengusutan kasus ini rentan terseret jerat kepentingan politik karena
terjadi di tengah konflik internal Partai Demokrat. Indikasi adanya persoalan intervensi dalam pengusutan kasus Hambalang menantang kredibilitas dan integritas KPK.
Hasil
jajak pendapat Kompas pekan lalu menunjukkan, 60,3 persen responden
tidak puas dengan kinerja KPK yang terkesan kurang lugas mengusut
keterlibatan Anas. Sementara dalam kasus dugaan korupsi lain, seperti
pada kasus suap terkait impor daging sapi yang diduga melibatkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq,
kepuasan terhadap kinerja KPK relatif lebih tinggi. Barometer prestasi
KPK saat ini tampaknya ditentukan oleh sejauh mana keberhasilan KPK
menangani kasus korupsi kakap yang melibatkan sejumlah elite parpol.
Jika KPK sukses menuntaskan kasus besar, KPK mendapatkan kepercayaan
dan dukungan publik.
Tak terhindarkan bahwa penilaian publik
kepada KPK sangat terkait dengan independensi KPK. Sebagai penegak
hukum dengan kekuatan penetrasi penyidikan paling besar, hampir semua
responden (85,6 persen) menilai KPK belum terbebas dari intervensi
kepentingan politik. Pandangan bahwa penanganan koruptor bersifat
tebang pilih dibenarkan tiga perempat responden. Selain itu,
transparansi yang dilakukan KPK melalui berbagai upaya tampaknya belum
mampu menjangkau pemahaman publik. Pendapat publik terbelah, separuh
responden menyangsikan, separuh lainnya meyakini bahwa KPK sudah bekerja
transparan.
Apresiasi meningkat
Sejauh
ini, efektivitas pemberantasan korupsi oleh KPK memang belum mencapai
tujuan utama. Salah satunya, penangkapan-penangkapan yang dilakukan KPK
dinilai 63,5 persen responden belum bisa memberikan efek gentar kepada
para koruptor. Alih-alih jera, justru semakin banyak upaya korupsi
terungkap di tengah gangguan eksistensi KPK yang semakin besar. Upaya
penggembosan KPK terus terjadi sejak lembaga ini berdiri tahun 2003,
mulai dari ”kriminalisasi” pemimpin KPK, pengurangan kewenangan
penyadapan, hingga penarikan penyidik Polri.
Saat tersangka
korupsi akhirnya diadili, vonis mereka pun kerap kali tak sepadan dengan
situasi hiruk-pikuk dalam penangkapannya. Ironisnya, berbagai upaya
melemahkan KPK sering bersamaan dengan terjadinya pengusutan kasus
besar, seperti proyek Hambalang, bail out Century, proyek wisma atlet, dan proyek simulator. Selain itu, upaya pelemahan KPK sering kali berakhir dengan turun tangannya Presiden memulihkan situasi (misalnya pidato Presiden 8/10/2012).
Namun,
meski ada sejumlah pesimisme dan sorotan kepada KPK, secara umum
lembaga ini tetap memperlihatkan diri sebagai sosok penegak hukum
terkemuka. Di tengah berbagai sorotan, tingkat kepuasan umum responden
terhadap KPK justru meningkat menjadi 57,6 persen dibandingkan dengan
penilaian di September 2012. Tingkat kepuasan terhadap kinerja KPK
dalam memberantas korupsi dinilai jauh lebih baik dibandingkan dengan
lembaga penegakan hukum lainnya, seperti kejaksaan, kehakiman, dan
kepolisian.
Citra positif lembaga KPK seolah bergeming, tak
terpengaruh pemberitaan media sepekan terakhir mengenai friksi
kepemimpinan kolektif KPK. Citra KPK terus meningkat hingga awal tahun
2013 ini menjadi 77,8 persen. Malahan, tim KPK di bawah kepemimpinan
Abraham Samad dinilai lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
Berjuang sendiri
Pelemahan
KPK kali ini boleh jadi lebih berat mengingat KPK justru harus melawan
”musuh di dalam” melalui evaluasi internal kelembagaan. Pimpinan KPK
telah menugaskan Deputi Pengaduan Masyarakat dan Pengawasan Internal KPK
untuk membentuk tim investigasi guna mengusut dugaan bocornya draf
sprindik atas tersangka Anas (Kompas, 11/2/2013). Namun, lebih dari
sekadar mengungkap pelaku pembocor dokumen, KPK harus mampu membuktikan
integritas dan independensi dalam menjalankan tugas.
Besarnya
harapan publik terhadap KPK harus menjadi modal utama KPK dalam
memberantas korupsi, terutama kasus kakap yang melibatkan elite politik.
Semua itu harus dibuktikan dalam rekam jejak kepemimpinan dan
kelembagaan KPK. Bagaimanapun, publik masih melihat, KPK masih berjuang
”di jalan sepi”, menegakkan hukum di tengah minimnya dukungan
sistem-perilaku hukum dan kondisi politik.(Litbang Kompas) dpc pks pariaman selatan
0 comments:
Posting Komentar