Belum
terealisasi ide-ide Gubernur DKI, Jokowi mengatasi macet di Kota
Jakarta pada awal tahun 2013 ini. Sekarang Jokowi di hadapkan dengan
datangnya hujan terus-menerus dan diiringi dengan banjir akibat kirim
air dari beberapa daerah tetangga. Dalam pantauan di media banjir sudah
mencapai Istana Negara. dan telah merata di seluruh Kota Metropolitan,
menurut data yang ada banjir sudah mencakup Jakarta Selatan,
banjir menggenangi Kec Tebet (Kel Bukit Duri dan Kebon Baru), Kec
Pancoran (Kel Rawajati), Kec Pasar Minggu (Kel Pejaten Timur dan
Cilandak Timur), Kec Kebayoran Lama (Kel Pondok Pinang dan Kebayoran
Lama Utara), Kec Pesanggrahan (Kel Petukangan Selatan, Bintaro, Ulujami
dan Cipulir), Kec Cilandak (Kel Cilandak Barat dan Kelurahan Pondok
Labu), Kec Kebayoran Baru (Kel Petogogan), Kec Jagakarsa (Kel Tanjung
Barat). Dan Jakarta Pusat,
banjir di 3 kelurahan yaitu Kel Galur, Kec Johar Baru, lalu di Kel
Petamburan di Kec Tanah Abang, serta di Kel Cideng di Kec Gambir.
Selanjutnnya Jakarta Barat,
banjir terjadi di Kec Kebon Jeruk (Kel Kedoya Utara, Duri Kepa dan
Sukabumi Selatan), Kec Kembangan (Kel Kembangan Utara, Joglo dan
Meruya), Kec Grogol Petamburan (Kel Grogol, Tomang, Tanjung Duren
Selatan, Tanjung Duren Utara, Jelambar, Jelambar Baru, dan Wijaya
Kusuma), Kec Cengkareng (Kel Kapuk, Cengkareng Timur, Duri Kosambi,
Cengkareng Barat, Kedaung Kaliangke dan Rawa Buaya). Dan Jakarta Utara,
banjir terjadi di Kec Kelapa Gading (Kel Kepala Gading Timur dan
Pegangsaan Dua), Kec Tanjung Priok (Kel Tanjung Priok, Sunter Agung dan
Kebon Bawang), Kec Pademangan (Kel Pademangan Barat), Kec Penjaringan
(Kel Penjaringan, Pejagalan, Kamal Muara, Kapuk Muara dan Pluit).
Sebahagian
orang mengatakan banjir tahun 2013 ini lebih besar dari pada banjir
yang terjadi pada tahun 2007. Sehingga boleh di katakan banjir yang
terjadi sudah bencana nasional dan musibah terbesar bagi warga DKI. Maka
perlu kita pahami selaku warga Negara Indonesia yang beragama, yang
percaya kepada tuhan, mari kita memahami banjir yang ada di Jakarta ini
merupakan musibah dan bencana.
Apabila kita lihat kondisi bencana yang terjadi saat ini, pastilah semua bencana yang terjadi di tanah Fatahillah ini telah menyusahkan, merepotkan warga DKI, dan menjadi beban berat baik secara materil maupun secara non materil bagi warga. Maka bencana yang terjadi saat ini dan ke depan, pastilah tidak diinginkan lagi oleh warga DKI.
Selaku umat beragama (Islam),
perlulah kita memaknai semua bencana yang terjadi dengan kayakinan dan
ketaatan kepada sang pencipta. Apakah musibah yang terjadi merupakan
ujian, sesuai dengan surat Al Ankabut Ayat 2 dan 3. ; “Apakah
manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, kami telah
beriman. Sedangkan mereka tidak diuji lagi, Sesungguhnya kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang mendustakan”.
Atau sebaliknya, apakah musibah yang terjadi di DKI ini merupakan sebuah laknat atau akibat dari ulah manusia itu sendiri, sesuai dengan Surat Asy-Syuura ayat 30. ; “Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu. Maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Tuhan memanfaatkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)”. Serta diperkuat oleh Surat An-Nissa Ayat 70. ; “Dan apa saja bencana yang menimpa, maka dari dirimu”.
Semuanya tergantung dari kita memaknainya, yang pasti semua musibah
saat ini dapat kita ambil sebagai pelajaran yang berharga seperti yang
dijelaskan oleh Surat Ali Imran Ayat 13. : “Sesungguhnya pada yang demikian itu-yakni bencana dan musibah-terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”.
Semua warga DKI harus memaknainya berdasakan gambaran di atas. Seperti apa kesimpulanya di pulangkan kepada kita semua selaku warga yang mendapat musibah. Selaku umat beragama kita perlu melihat dari semua sisi. Sebab dan akibat musibah yang ada di DKI maupun di Indonesia ini, maka mari kita kembali ke agama (Islam).
Mari kita maknai semuanya dengan introspeksi diri dan kita ambil hikmah
dari semua musibah tersebut, tanpa memandang ini ujian atau laknat
akibat ulah manusia itu sendiri.
Warga DKI harus kembali menjalankan kehidupan agama dengan tiga prinsip. Pertama,
dengan keimanan yaitu percaya kepada Allah SWT dan apa yang telah dia
turunkan melalui rasul-Nya. Iman ini mencakup ilmu dan amal dari hati
dan anggota tubuh. Kita meyakini, semuanya pasti kehendak Allah, baik
keselamatan maupun bencana.
Kedua,
dengan takwa, yaitu mengerjakan segala apa yang diperintahkan-Nya
dengan ikhlas. Serta menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya.
Sehingga, semua musibah akan kita lalui dengan kedamaian dan ketenangan.
Ketiga,
dengan sikap taubat yaitu meminta ampun atas segala dosa dan kesalahaan
yang telah dilakukan oleh diri pribadi, keluarga, pemimpin dan
masyarakat secara keseluruhaan. Sehingga, semua musibah tidak didasari
oleh dosa dari keserakahan dan kesombongan manusia di muka bumi ini.
Setiap
bencana ada hikmah yang terkandung didalamnya, maka warga DKI harus
secepatnya memaknai seluruhan bencana tersebut secara agama, jangan
hanya mengkedepankan logika-logika yang pada dasarnya itu terbatas/semu.
Permasalahan hujan merupakan permasalahaan fenomena alam yang semuanya
telah diatur oleh Tuhan, sehingga semuanya perlu memulai antisipasi semuanya dengan keyakinan agama (Islam).
Semua
orang mungkin berbangga dengan rencana apa yang akan dilakukan oleh
Jokowi, Gubernur DKI untuk mengantisipasi banjir ini secara logika
teknik dan hitungan statistik, mungkin ideal menurut tataran teori tapi
dengan gambaran diatas perlu dipahami bahwa Jokowi diharapkan mulailah
segala sesuatu itu dengan mengambil kebijakan dengan pemahaman agama,
jangan hanya pakai logika yang mengesankan timbulnya kesombongan yang
akan mengakibatkan hujan dan banjir makin menjadi [].
http://politik.kompasiana.com/2013/01/17/banjir-jakarta-jangan-di-maknai-secara-logika-526316.html
0 comments:
Posting Komentar