♥ Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ♥
❥ Sebuah kisah yang menyentuh,hati tentang harapan indah seorang ibu kepada anaknya dan bakti sang anak kepadanya..
❥ Ahmad berumur sebelas tahun ketika ibunya (orang tua tunggal) mengantarnya untuk kelas Qira’ati (membaca Al Qur’an)..
❥ Saya suka anak-anak itu memulai belajar membaca Qur’an di awal usia, terutama anak laki-laki. Aku sampaikan hal itu pada Ahmad..
❥ Namun ia menyampaikan alasannya, bahwa ibunya selalu berharap dapat mendengar bacaan Al Qur’an darinya..
❥ Ahmad memulai pelajaran Qira’atinya dan sejak itu aku berfikir ini merupakan pekerjaan yang sia-sia..
❥ Meskipun aku sudah berusaha keras mengajarinya, ia tampaknya belum bisa mengenal huruf-huruf hijaiyah dan tidak bisa menalar bagaimana membacanya..
❥ Namun ia patuh untuk terus membaca Al Qur’an seperti yang kuwajibkan untuk semua murid-muridku..
❥ Dalam beberapa bulan ia terus berusaha sementara aku menyimak bacaannya dan terus menyemangatinya ..
❥ Di setiap akhir pekan ia selalu berkata: “Ibuku akan mendengarku membaca Al Qur’an suatu hari.”..
❥ Di balik itu aku melihatnya tak bisa diharapkan. Ia tidak berbakat..
❥ Aku tak mengenal ibunya dengan baik..
❥ Aku hanya sempat melihatnya dari kejauhan ketika ia mengantar atau menjemput Ahmad dengan mobil tuanya..
❥ Ia selalu melambaikan tangan kepadaku tapi tak pernah berhenti untuk masuk ke kelas..
❥ Suatu hari, Ahmad berhenti dari mendatangi kelas kami..
❥ Aku pernah berniat akan menelponnya tetapi kemudian berfikir mungkin ia memutuskan untuk melakukan hal lain..
❥ Mungkin ia akhirnya menyadari akan ketiadaan bakatnya dalam Qira’ati..
❥ Aku juga merasa lega dengan ketidakhadirann ya..
❥ Ia bisa menjadi iklan yang buruk bagi kelas Qira’atiku..
❥ Beberapa minggu kemudian, aku mengirimkan selebaran kepada murid-muridku di rumah akan adanya acara pembacaan qira’ah Al Qur’an..
❥ Tak disangka, Ahmad (yang juga menerima pengumuman itu) menanyakan apakah ia diperkenankan untuk tampil membaca qira’ah Al Qur’an..
❥ Aku menyatakan bahwa sebenarnya acara ini untuk murid yang masih aktif saja dan karena ia sudah tidak pernah hadir lagi, maka ia tidak berhak tampil..
❥ Ia menyatakan bahwa ibunya akhir-akhir ini sakit dan tak bisa mengantarnya ke kelas..
❥ Ia juga menyatakan bahwa dirinya masih terus berlatih Qira’ati di rumah meskipun tidak masuk kelas..
❥ “Ustadzah, Aku harus ikut membaca qira’ah” paksanya kepadaku..
❥ Aku tak tahu apa yang menyebabkanku akhirnya memperbolehkann ya ikut tampil..
❥ Mungkin karena tekad Ahmad yang kuat atau ada bisikan hatiku yang menyatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja..
❥ Malam acara pembacaan qira’ah itu telah tiba. Gedung olah raga sekolah telah dipenuhi para orang tua murid, teman-teman dan sanak saudara..
❥ Aku tempatkan Ahmad pada giliran terakhir sebelum aku sendiri yang akan menutup acara dengan ucapan terima kasih dan pembacaan qira’ah penutup..
❥ Aku berfikir bahwa jika penampilan Ahmad merusak acara ini maka itu terjadi di akhir acara dan aku bisa “menyelamatkan” penampilan buruknya dengan penampilanku sendiri..
❥ Pembacaan qira’ah dari murid ke murid berlangsung lancar..
❥ Mereka telah berlatih dan itu terlihat dalam penampilan mereka..
❥ Kini giliran Ahmad naik ke panggung. Bajunya lusuh tak terseterika dan rambutnya pun acak-acakan tak tersisir rapi..
❥ “Mengapa ia tidak berpenampilan rapi seperti murid-murid yang lain??
❥ Lintasan pertanyaan buruk sangka langsung bergolak di kepalaku..
❥ “Mengapa ibunya tidak mempersiapkan penampilannya??
❥ Paling tidak, sekedar menyisir rambutnya untuk acara istimewa malam ini??
❥ Ia mulai membaca, Aku sungguh terkejut ketika ia mengumumkan bahwa surat Al Kahfi akan ia bacakan..
❥ Aku tak menyangka dan tak siap dengan apa yang kudengar selanjutnya. Suaranya begitu ringan dan lembut..
❥ Qira’ahnya sangat sempurna..
❥ Belum pernah kudengar bacaan Al Qur’an seindah itu dari anak-anak seumurnya..
❥ Setelah enam setengah menit ia berhenti..
❥ Penuh haru dan berlinang air mata, aku bergegas ke atas panggung dan memeluk Ahmad dengan gembira..
❥ Aku belum pernah mendengar yang seindah itu Ahmad!!
Bagaimana engkau bisa seperti itu??
❥ Melalui mikrofon Ahmad menjelaskan:
❥ “Ustadzah, ingat tidak ketika aku mengatakan bahwa ibuku sakit??
❥ Ya, sebenarnya ia menderita kanker dan telah meninggal pagi tadi..
❥ Dan sebenarnya ia lahir tuli..
❥ Jadi, malam ini adalah kali pertama ia bisa mendengarku membaca Al Qur’an..
❥ Karena itu, aku ingin menjadikan ini qira’ah yang ISTIMEWA”..
❥ Tak ada mata yang kering sepenuh gedung malam itu..
❥ Saat petugas dari Dinas Sosial mengantar Ahmad dari panggung untuk dibawa ke Panti Asuhan, aku melihat, bahkan mata mereka pun memerah dan sembab..
❥ Aku berkata di dalam hati, betapa hidupku semakin kaya dengan menjadikan Ahmad sebagai muridku..
❥ Ialah sebenarnya “sang guru” sementara aku adalah muridnya..
❥ Ialah yang mengajariku hikmah dari kesabaran dan cinta serta kepercayaan diri..
❥ Aku juga belajar untuk memberikan kesempatan kepada seseorang, berharap kebaikan meskipun kadang tanpa alasan yang bisa dimengerti.. (◡‿◡✿)
❥ Sebuah kisah yang menyentuh,hati tentang harapan indah seorang ibu kepada anaknya dan bakti sang anak kepadanya..
❥ Ahmad berumur sebelas tahun ketika ibunya (orang tua tunggal) mengantarnya untuk kelas Qira’ati (membaca Al Qur’an)..
❥ Saya suka anak-anak itu memulai belajar membaca Qur’an di awal usia, terutama anak laki-laki. Aku sampaikan hal itu pada Ahmad..
❥ Namun ia menyampaikan alasannya, bahwa ibunya selalu berharap dapat mendengar bacaan Al Qur’an darinya..
❥ Ahmad memulai pelajaran Qira’atinya dan sejak itu aku berfikir ini merupakan pekerjaan yang sia-sia..
❥ Meskipun aku sudah berusaha keras mengajarinya, ia tampaknya belum bisa mengenal huruf-huruf hijaiyah dan tidak bisa menalar bagaimana membacanya..
❥ Namun ia patuh untuk terus membaca Al Qur’an seperti yang kuwajibkan untuk semua murid-muridku..
❥ Dalam beberapa bulan ia terus berusaha sementara aku menyimak bacaannya dan terus menyemangatinya ..
❥ Di setiap akhir pekan ia selalu berkata: “Ibuku akan mendengarku membaca Al Qur’an suatu hari.”..
❥ Di balik itu aku melihatnya tak bisa diharapkan. Ia tidak berbakat..
❥ Aku tak mengenal ibunya dengan baik..
❥ Aku hanya sempat melihatnya dari kejauhan ketika ia mengantar atau menjemput Ahmad dengan mobil tuanya..
❥ Ia selalu melambaikan tangan kepadaku tapi tak pernah berhenti untuk masuk ke kelas..
❥ Suatu hari, Ahmad berhenti dari mendatangi kelas kami..
❥ Aku pernah berniat akan menelponnya tetapi kemudian berfikir mungkin ia memutuskan untuk melakukan hal lain..
❥ Mungkin ia akhirnya menyadari akan ketiadaan bakatnya dalam Qira’ati..
❥ Aku juga merasa lega dengan ketidakhadirann ya..
❥ Ia bisa menjadi iklan yang buruk bagi kelas Qira’atiku..
❥ Beberapa minggu kemudian, aku mengirimkan selebaran kepada murid-muridku di rumah akan adanya acara pembacaan qira’ah Al Qur’an..
❥ Tak disangka, Ahmad (yang juga menerima pengumuman itu) menanyakan apakah ia diperkenankan untuk tampil membaca qira’ah Al Qur’an..
❥ Aku menyatakan bahwa sebenarnya acara ini untuk murid yang masih aktif saja dan karena ia sudah tidak pernah hadir lagi, maka ia tidak berhak tampil..
❥ Ia menyatakan bahwa ibunya akhir-akhir ini sakit dan tak bisa mengantarnya ke kelas..
❥ Ia juga menyatakan bahwa dirinya masih terus berlatih Qira’ati di rumah meskipun tidak masuk kelas..
❥ “Ustadzah, Aku harus ikut membaca qira’ah” paksanya kepadaku..
❥ Aku tak tahu apa yang menyebabkanku akhirnya memperbolehkann ya ikut tampil..
❥ Mungkin karena tekad Ahmad yang kuat atau ada bisikan hatiku yang menyatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja..
❥ Malam acara pembacaan qira’ah itu telah tiba. Gedung olah raga sekolah telah dipenuhi para orang tua murid, teman-teman dan sanak saudara..
❥ Aku tempatkan Ahmad pada giliran terakhir sebelum aku sendiri yang akan menutup acara dengan ucapan terima kasih dan pembacaan qira’ah penutup..
❥ Aku berfikir bahwa jika penampilan Ahmad merusak acara ini maka itu terjadi di akhir acara dan aku bisa “menyelamatkan” penampilan buruknya dengan penampilanku sendiri..
❥ Pembacaan qira’ah dari murid ke murid berlangsung lancar..
❥ Mereka telah berlatih dan itu terlihat dalam penampilan mereka..
❥ Kini giliran Ahmad naik ke panggung. Bajunya lusuh tak terseterika dan rambutnya pun acak-acakan tak tersisir rapi..
❥ “Mengapa ia tidak berpenampilan rapi seperti murid-murid yang lain??
❥ Lintasan pertanyaan buruk sangka langsung bergolak di kepalaku..
❥ “Mengapa ibunya tidak mempersiapkan penampilannya??
❥ Paling tidak, sekedar menyisir rambutnya untuk acara istimewa malam ini??
❥ Ia mulai membaca, Aku sungguh terkejut ketika ia mengumumkan bahwa surat Al Kahfi akan ia bacakan..
❥ Aku tak menyangka dan tak siap dengan apa yang kudengar selanjutnya. Suaranya begitu ringan dan lembut..
❥ Qira’ahnya sangat sempurna..
❥ Belum pernah kudengar bacaan Al Qur’an seindah itu dari anak-anak seumurnya..
❥ Setelah enam setengah menit ia berhenti..
❥ Penuh haru dan berlinang air mata, aku bergegas ke atas panggung dan memeluk Ahmad dengan gembira..
❥ Aku belum pernah mendengar yang seindah itu Ahmad!!
Bagaimana engkau bisa seperti itu??
❥ Melalui mikrofon Ahmad menjelaskan:
❥ “Ustadzah, ingat tidak ketika aku mengatakan bahwa ibuku sakit??
❥ Ya, sebenarnya ia menderita kanker dan telah meninggal pagi tadi..
❥ Dan sebenarnya ia lahir tuli..
❥ Jadi, malam ini adalah kali pertama ia bisa mendengarku membaca Al Qur’an..
❥ Karena itu, aku ingin menjadikan ini qira’ah yang ISTIMEWA”..
❥ Tak ada mata yang kering sepenuh gedung malam itu..
❥ Saat petugas dari Dinas Sosial mengantar Ahmad dari panggung untuk dibawa ke Panti Asuhan, aku melihat, bahkan mata mereka pun memerah dan sembab..
❥ Aku berkata di dalam hati, betapa hidupku semakin kaya dengan menjadikan Ahmad sebagai muridku..
❥ Ialah sebenarnya “sang guru” sementara aku adalah muridnya..
❥ Ialah yang mengajariku hikmah dari kesabaran dan cinta serta kepercayaan diri..
❥ Aku juga belajar untuk memberikan kesempatan kepada seseorang, berharap kebaikan meskipun kadang tanpa alasan yang bisa dimengerti.. (◡‿◡✿)
0 comments:
Posting Komentar