Jumat, 22 Februari 2013

Muslim Sri Lanka Redam Masalah Produk Halal




 
 
Kamis, 21 Februari 2013

Hidayatullah.com—Para ulama Muslim di Sri Lanka berusaha meredakan ketegangan dengan meminta agar toko-toko menjual daging halal hanya kepada warga Muslim, menyusul protes oleh warga Buddhis yang menjadi mayoritas penduduk negara itu.
Produsen makanan memasang label halal di produk mereka, namun warga Buddhis keberatan dengan mengatakan mereka seharusnya tidak dipaksa untuk mengkonsumsi makanan yang dibuat menurut aturan Islam.
Warga Buddha berpendapat, sertifikat halal menunjukkan “pengaruh berlebihan” dari Muslim dan hal itu merupakan “sikap bermusuhan” kepada non-Muslim.
Para ulama Muslim mengatakan, boikot produk halal yang digelar oleh kelompok garis keras Bodu Bala Sena, atau Pasukan Kekuatan Buddhis, menimbulkan ketegangan yang bisa menyebabkan kerusuhan di negara yang baru saja pulih dari perang etnis puluhan tahun itu.
Majelis Ulama Sri Lanka yang mengeluarkan sertifikat halal meminta agar para peritel memastikan hanya menjual produk halal kepada warga Muslim.
“Kami ingin menggalang kehidupan bersama yang damai dan harmonis,” kata Mufti Rizwe, pimpinan ulama Sri Lanka kepada reporter di Kolombo, seraya meminta agar toko-toko memisahkan produk halal dan non-halal, lapor AFP (21/2/2013).
Pekan lalu ribuan orang Buddhis turun ke jalan guna menuntut agar toko-toko di seluruh negara itu mengosongkan stok barang halal dari rak-rak mereka sebelum bulan April.
Biarawan Buddhis Nasionalis dan para pendukungnya juga melancarkan boikot atas daging halal dan prosuk-produk lain yang berlabel halal.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse, seorang Buddhis, mendesak para biarawan agar tidak menyulut kebencian agama dan kekerasan, di tengah-tengah maraknya serangan dan intimidasi yang menarget bisnis warga Muslim.
Pasukan Buddhis mengaku tidak terlibat dalam penyerangan dan intimidasi terhadap Muslim, dengan mengatakan pelakunya adalah “kelompok yang menyerupai” mereka.
Dari Kolombo reporter BBC Charles Haviland, Ahad (17/2/2013), melaporkan terjadi beberapa serangan terhadap masjid-masjid dan bisnis milik warga Muslim.
Gereja dan rohaniwannya juga mendapat serangan.
Ribuan warga Buddhis pria dan wanita yang berkumpul di daerah Maharagama itu mengecam cara penyembelihan hewan menurut Islam. Para pemuda di antara mereka mengenakan kaos berwarna putih bertuliskan “No Halal”.
Pimpinan kelompok pengunjuk rasa itu, Venerable Galaboda Aththe Gnanasara kepada para pengunjuk rasa mengatakan bahwa biarawan Buddhis yang bisa menyelamatkan mereka, menunjuk pada Buddha Sinhala. Dia mengatakan Muslim dan Kristen ekstrimis mengancam Buddhis, dan ratusan biarawan siap untuk bertempur.
Negara kita adalah negara Sinhala dan kita adalah polisi tidak resminya,” kata Gnanasara, dikutip BBC.
Haviland dalam laporannya menceritakan tentang serangan dari orang-orang Buddhis terhadap tim reportasenya usai meliput unjuk rasa itu.
Tim BBC yang beranggotakan tiga orang dan pengemudinya diancam dengan kekerasan oleh sekitar 20 pemuda Buddhis yang menyuruh mereka keluar dari kendaraan.
Sejumlah polisi kemudian datang, mereka memandangi kolega Haviland yang merupakan warga Sri Lanka dan menyerang mereka dengan kata-kata cercaan seperti “pengkhianat”, menuding mereka memiliki “orangtua asing” dan “bekerja untuk negara asing melawan Sri Lanka.”
Orang-orang Buddhis itu mengancam tim reportase BBC dengan mengatakan, jika berani kembali ke daerah Maharagama –mayoritas penduduknya Buddhis– maka itu akan menjadi “akhir” dari hidup mereka.
Polisi menciduk beberapa pemuda Buddhis yang agresif, tetapi mereka kelihatan berpihak kepada para pengunjuk rasa dengan membarikade kendaraan tim BBC, menyebut mereka sebagai orang-orang yang “mencurigakan” dan meminta agar tidak meninggalkan tempat itu sampai atasannya menyuruh mereka pergi. Saat menanti kedatangan komandan polisi, warga Buddhis mengerumuni mobil dan mengambil foto tim BBC. Setelah komandan polisi itu tiba, tim reportase BBC diperbolehkan pergi.*

0 comments:

Posting Komentar