Rabu, 27 Februari 2013

“Cinta Tapi Beda”, Mengapa harus Padang/Minang?

“Cinta Tapi Beda” Suatu film percintaan dengan alur cerita sebagai berikut ; Cahyo (Reza Nangin) adalah seorang koki asal Yogyakarta yang bekerja di salah satu restoran ternama di Jakarta. Setelah ditinggal selingkuh oleh kekasihnya, Cahyo pun mulai mencoba memperbaiki hatinya meskipun kejadian itu terasa sangat sakit baginya. Cahyo mendambakan hubungan yang serius dan bisa membuat hidupnya semakin harmonis.
Harapan Cahyo tersebut tidak lama kemudian datang melalui seorang gadis asal Padang/minangkabau bernama Diana (Agni Pratistha). Sebagai seorang penari, Diana ternyata berhasil memikat hati Cahyo yang kebetulan ibunya dahulu sempat menggeluti profesi serupa. Keduanya pun saling jatuh cinta dan sepakat untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
Permasalahan pun mulai melanda mereka mengenai perbedaan keyakinan. Cahyo yang lahir dari keluarga Muslim tidak mendapat restu dari ibunda Diana yang memeluk agama Katolik begitupun sebaliknya. Sejak itulah keduanya terus mencari cara untuk bisa bersatu di tengah perbedaan tersebut (http://sorsow.blogspot.com/2012/12/cinta-tapi-beda-mencoba-bersatu.html).
Dari alur cerita tersebut tergambarkan bahwa seorang gadis bernama Diana berasal dari Padang atau orang tuanya tinggal di Padang/minangkabau (dengan beda agama) mencintai pria Jogja yang beragama Islam, dari alur cerita ditampilkan dengan jelas bahwa ini film menceritakan kehidupan orang berasal dari Padang/minangkabau, dengan menampilkan gambar yang bertempat di Kota Bukittingi, yang merupakan daerah paling kuat adat minangkabaunya.
Masyarakat minangkabau sangat terkejut setelah mengetahui isi alur cerita dari film “Cinta Tapi Beda” tersebut seperti diatas. Orang minangkabau tidak menyangka sutradara Hanung Bramantyo menjadikan film “Cinta Tapi Beda” mengambil alur cerita dari sosok perempuan orang Padang/minangkabau. Ini menjadi suatu pertanyaan mengapa gadis dalam film merupakan sosok Diana tersebut berasal dari Padang/minangkabau, mangapa tidak di balik, megapa tidak laki-laki sosok Cahyo itu yang berasal dari Padang/minangkabau?. Jawabannya ada sama sutradara Hanung Bramantyo.
Selaku orang Minangkabau, Apa yang ditampilkan dari cerita “Cinta Tapi Beda” tersebut sangat merugikan daerah miangkabau, baik kerugian secara materil maupun non materil. Sudah dipastikan cerita film tersebut berpengaruh terhadap pola pikir dan presepsi dari para penonton, bisa-bisa penonton berasumsi bahwa orang Padang/minangkabau seperti dalam alur cerita film tersebut. Berapa ruginya orang minangkabau sekarang dianggap beragama seperti sosok Diana.
Sutradara Hanung Bramantyo sangat gegabah atau keterlaluan telah membuat film seperti yang di ceritakan dalam alur film tersebut, selaku orang minangkabau yang berbudaya Kita perlu memaafkan apa yang telah dilakukan oleh sutradara Hanung Bramantyo (walaupun sampai hari ini belum ada ungkapan permohonan maaf dari Hanung) itu ungkapan yang perlu disampaikan.
Selaku orang minangkabau yang taat terhadap hukum Indonesia, maka Kita sangat mendukung Ikatan Pemuda-pemudi Minang Indonesia (IPPMI), dan Badan Koordinasi Kebudayaan dan Kemasyarakatan ala Minangkabau se-Jakarta dan sekitarnya memalului kuasa hukumnya saudara Zulhendri Hasan melaporkan Hanung Bramantyo ke SPK Polda Metro Jaya. Agar bisa dihukum karna telah merugikan masyarakat minangkabau
Ini pelajaran bagi sutradara Hanung Bramantyo, agar membuat film sesuai dengan kaedah-kaedah atau norma-norma yang sesuai dengan adat istiadat daerah setempat. Dan Kita tunggu rasa kadilan berpihak bagi masyarakat minangkabau, Kita meminta polisi memeriksa sutradara Hanung Bramantyo secepatnya agar masalah ini tidak meluas[].

http://hiburan.kompasiana.com/film/2013/01/10/cinta-tapi-beda-mengapa-harus-padangminang-524190.html

0 comments:

Posting Komentar