“Saya rasa apa yang dijelaskan sekda hari ini (kemarin, red) semuanya telah benar. Saya tak tahu atau memerintahkan mengalokasikan anggaran itu di APBD. Saya tahunya setelah ada temuan dari inspektorat. Kemarin kan yang melantik Sekda. Jadi tanya ke beliau saja. Dana itu baru proposal yang dibatalkan,” Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kepada Padang Ekspres, kemarin (19/2), sembari bergegas memasuki kendaraan dinasnya.
Sekprov Sumbar Ali Asmar mengatakan, anggaran safari dakwah PKS di Biro Bina Sosial adalah sebuah penyimpangan dan dapat menjadi temuan. Sebab, bantuan untuk partai politik merupakan wewenang Kesbangpol, bukan Biro Bina Sosial. Dia bersyukur Inspektorat cepat mengendus pengalokasian anggaran safari dakwah itu, sehingga dana yang telah telanjur dianggarkan tidak dicairkan.
“Kalau dana ini telanjur dicairkan, ini akan menjadi persoalan di kemudian hari. Biro Binsos tak pernah mengomunikasikan pengalokasian anggaran ini ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sehingga, baru diketahui setelah perda ditetapkan. Kalau sejak awal kami tahu, tentunya, kami akan mengingatkan Biro Binsos,” ujarnya.
Kepala Inspektorat Sumbar, Erizal mengakui dana safari dakwah PKS itu temuan instansi yang dipimpinnya. “Itu kasus yang pertama di tahun ini.” ucapnya.
Erizal mengatakan tak bisa bicara banyak. “Lebih baik tanyakan langsung ke sekda. Kan Sekda juga telah memberikan informasi ke media. Apa yang telah disampaikan sekda, memang itulah kejadiannya,” ujarnya.
Ahli keuangan pemerintah, Hefrizal Handra menambahkan, persoalan ini terus berulang karena adanya proses yang salah dalam Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sebab, TAPD tidak melakukan seleksi dan verifikasi yang cermat terhadap usulan satuan kegiatan perangkat daerah (SKPD). Selain itu, Banggar DPRD juga harus turut bertanggung jawab dengan lolosnya pengalokasian anggaran tersebut dalam APBD 2013.
“Pembahasan APBD kan dilakukan bersama antara TAPD dan Banggar DPRD. Jika usulan pengalokasian anggaran itu lolos hingga jadi perda, artinya evaluasi TAPD dan Banggar terhadap usulan SKPD tak maksimal. Saya rasa, tak bisa kesalahan itu hanya dibebankan pada Jefrinal, eks Kabiro Bina Sosial semata. Itu kan kesalahan kolektif. Jadi pertanggungjawabannya mesti dilakukan secara kolektif juga. TAPD dan Banggar tak bisa lepas tangan terhadap persoalan tersebut,” ujarnya.
Hefrizal mengatakan, dalam proses penyusunan APBD, pengawasan dan evaluasi harus dilakukan secara bertahap. Mulai usulan SKPD, kemudian diseleksi TAPD. Setelah itu, barulah TAPD dan Banggar melakukan pembahasan terhadap usulan tersebut. Hasil kesepakatan itu diparipurnakan. Selanjutnya, kesepakatan bersama antara Pemprov dan DPRD itu akan dikirim ke Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) untuk dievaluasi. Selanjutnya, bahan evaluasi dikirim kembali ke Kemendagri untuk dikoreksi. Jika tak ada persoalan, barulah direkomendasikan untuk dijadikan perda.
“Kalau mata anggaran itu bisa lolos dari evaluasi Kemendagri, artinya tim teknis yang melakukan evaluasi APBD itu juga tak cermat. Sehingga, menyetujui pengalokasian anggaran itu di Bina Sosial. Secara aturannya, memang di Biro Binsos tak boleh diberikan bantuan partai. Untuk pemberian bantuan partai itu langsung ditangani Kesbangpol dan ada formulanya,” ujar staf ahli keuangan otonomi daerah di Kemenkeu.
Dia mengungkapkan, jika APBD telah jadi perda, pengalokasian anggaran yang diusulkan oleh SKPD dapat diterima DPRD, TAPD dan Kemendagri. Jika dinilai tak layak, maka sejak awal pengalokasian anggaran itu telah dicoret TAPD, Banggar dan Tim Teknis Kemendagri.
“Jika di kemudian hari diketahui ada kesalahan dalam pengalokasian anggaran, maka yang bertanggung jawab secara bersama pula. Kalau kesalahan itu dibebankan pada Eks Kabiro Bina Sosial saja, saya rasa itu kurang bijak pula. Itu kesalahan kolektif. Jadi pertanggungjawabannya juga dilakukan secara bersama,” ujar Hefrizal.
Efrizal menjelaskan, jika TAPD dan Banggar DPRD berdalih tak tahu, artinya ada proses yang salah dalam pembahasan APBD selama ini. Sehingga, anggaran tersebut dapat muncul tanpa melalui persetujuan TAPD dan Banggar. “Logikanya kan begitu. Masa TAPD dan Banggar tidak tahu,” ucapnya.
Sekprov Ali Asmar ketika dikonfirmasi mengatakan, dicopotnya Jefrinal dari Kabiro Bina Sosial bukan hanya karena tersandung persoalan dana safari dakwah PKS. Namun, juga berdasarkan hasil penilaian kinerja dan kompetensi pejabat eselon II yang telah dilakukan 21 Januari 2013 lalu.
Jika pimpinan melihat ada penurunan atau pengurangan kinerja dan menggantinya pada orang lain yang lebih berkompeten. Jabatan itu bukan selamanya. “Inilah yang harus dipahami oleh PNS,” jelasnya.
Terkait penilaian lemahnya pengawasan TAPD, Ali menyebut pengawasan dana hibah berada pada Biro Bina Sosial dan SKPD lain yang juga menyalurkan dana bantuan hibah. “Kewenangan TAPD tak sampai merinci secara digit seperti itu. Itu kan tupoksi SKPD yang menyalurkan dana bantuan hibah,” ucapnya. (ayu/Padek)
0 comments:
Posting Komentar