Kamis, 21 Februari 2013

Jebak Gubernur, Bersyukur Inspektorat Cepat Endus Pengalokasian Anggaran Safari Dakwah

irwan-prayitno-2 Padang – Gubernur Sumbar Irwan Prayitno me­nga­ku tak tahu menahu dengan pengalokasian anggaran sebesar Rp 1 miliar untuk dana safari dakwah PKS pada APBD 2013.
“Saya rasa apa yang dijelaskan sekda hari ini (kemarin, red) semuanya telah benar. Saya tak tahu atau memerintahkan mengalokasikan anggaran itu di APBD. Saya tahunya setelah ada temuan dari inspektorat. Kemarin kan yang melantik Sekda. Jadi tanya ke beliau saja. Dana ­itu baru proposal yang diba­talkan,” Gubernur Sumbar Irwan Prayitno kepada Padang Eks­pres, kemarin (19/2), sembari berge­gas memasuki kendaraan dinasnya.
Sekprov Sumbar Ali Asmar mengatakan, anggaran safari dakwah PKS di Biro Bina Sosial adalah sebuah pe­nyim­pangan dan dapat menjadi te­muan. Sebab, bantuan untuk partai politik merupakan wewenang Kesbangpol, bukan Biro Bina Sosial. Dia bersyukur Ins­pektorat cepat mengendus pengalokasian anggaran safari dakwah itu, sehingga dana yang telah telanjur diang­garkan tidak dicairkan.
“Kalau dana ini telanjur dicairkan, ini akan menjadi persoalan di kemudian hari. Biro Binsos tak pernah mengo­mu­nikasikan pengalokasian anggaran ini ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Sehingga, baru diketahui sete­lah perda ditetapkan. Kalau sejak awal kami tahu, tentu­nya, kami akan mengingatkan Biro Binsos,” ujarnya.
Kepala Inspektorat Sum­bar, Erizal mengakui dana safari dakwah PKS itu temuan instansi yang dipimpinnya. “Itu kasus yang pertama di tahun ini.” ucapnya.
Erizal mengatakan tak bisa bi­­cara banyak. “Lebih baik ta­nya­kan langsung ke sekda. Kan Sek­da juga telah memberikan informasi ke media. Apa yang te­lah disampaikan sekda, me­mang itulah kejadiannya,” ujarnya.
Ahli keuangan pemerintah, Hefrizal Handra menam­bah­kan, persoalan ini terus ber­ulang karena adanya proses yang salah dalam Tim Ang­ga­ran Peme­rintah Daerah (TAPD). Sebab, TAPD tidak melakukan seleksi dan veri­fikasi yang cermat terha­dap usulan satuan kegiatan perangkat daerah (SKPD). Se­lain itu, Banggar DPRD juga harus turut bertanggung jawab dengan lolosnya pengalokasian anggaran tersebut dalam APBD 2013.
“Pembahasan APBD kan dilakukan bersama antara TAPD dan Banggar DPRD. Jika usulan pengalokasian anggaran itu lolos hingga jadi perda, artinya evaluasi TAPD dan Banggar terhadap usulan SKPD tak maksimal. Saya rasa, tak bisa kesalahan itu hanya dibebankan pada Jefrinal, eks Kabiro Bina Sosial semata. Itu kan kesalahan kolektif. Jadi pertanggungjawabannya mesti dilakukan secara kolektif juga. TAPD dan Banggar tak bisa lepas tangan terhadap per­soalan tersebut,” ujarnya.
Hefrizal mengatakan, da­lam proses penyusunan APBD, pengawasan dan evaluasi ha­rus dilakukan secara bertahap. Mulai usulan SKPD, kemudian diseleksi TAPD. Setelah itu, barulah TAPD dan Banggar melakukan pembahasan ter­ha­dap usulan tersebut. Hasil kesepakatan itu diparipur­nakan. Selanjutnya, kesepa­katan bersama antara Pem­prov dan DPRD itu akan di­kirim ke Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri) untuk dievaluasi. Selanjutnya, bahan evaluasi dikirim kembali ke Kemendagri untuk dikoreksi. Jika tak ada persoalan, barulah direkomendasikan untuk dija­dikan perda.
“Kalau mata anggaran itu bisa lolos dari evaluasi Kemen­dagri, artinya tim teknis yang melakukan evaluasi APBD itu juga tak cermat. Sehingga, menyetujui pengalokasian anggaran itu di Bina Sosial. Secara aturannya, memang di Biro Binsos tak boleh dibe­ri­kan bantuan partai. Untuk pemberian bantuan partai itu langsung ditangani Kesbang­pol dan ada formulanya,” ujar staf ahli keuangan otonomi daerah di Kemenkeu.
Dia mengungkapkan, jika APBD telah jadi perda, penga­lokasian anggaran yang di­usulkan oleh SKPD dapat dite­rima DPRD, TAPD dan Ke­mendagri. Jika dinilai tak layak, maka sejak awal penga­lokasian anggaran itu telah dicoret TAPD, Banggar dan Tim Teknis Kemendagri.
“Jika di kemudian hari dike­tahui ada kesalahan dalam peng­alokasian anggaran, maka yang bertanggung jawab seca­ra ber­sama pula. Kalau ke­salahan itu dibebankan pada Eks Kabiro Bina Sosial saja, saya rasa itu kurang bijak pula. Itu kesalahan kolektif. Jadi pertang­gung­jawa­bannya juga dilakukan secara bersama,” ujar Hefrizal.
Efrizal menjelaskan, jika TAPD dan Banggar DPRD ber­dalih tak tahu, artinya ada proses yang salah dalam pem­bahasan APBD selama ini. Sehingga, anggaran tersebut dapat muncul tanpa melalui persetujuan TAPD dan Bang­gar. “Logikanya kan begitu. Masa TAPD dan Banggar tidak tahu,” ucapnya.
Sekprov Ali Asmar ketika dikonfirmasi mengatakan, dicopotnya Jefrinal dari Kabiro Bina Sosial bukan hanya kare­na tersandung persoalan dana safari dakwah PKS. Namun, juga berdasarkan hasil peni­laian kinerja dan kompetensi pejabat eselon II yang telah dilakukan 21 Januari 2013 lalu.
Jika pimpinan melihat ada penurunan atau pengurangan kinerja dan menggantinya pada orang lain yang lebih ber­kom­peten. Jabatan itu bukan se­lamanya. “Inilah yang harus dipahami oleh PNS,” jelasnya.
Terkait penilaian lemahnya pengawasan TAPD, Ali me­nyebut pengawasan dana hi­bah berada pada Biro Bina Sosial dan SKPD lain yang juga me­nya­lurkan dana bantuan hibah. “Kewenangan TAPD tak sampai merinci secara digit seperti itu. Itu kan tupoksi SKPD yang menyalurkan dana ban­tuan hibah,” ucapnya. (ayu/Padek)

0 comments:

Posting Komentar