(c) Faiz Saif
Emas dan perak adalah dua nikmat karunia Allah, dengan sarana
keduanya setiap urusan duniawi dapat berjalan dengan lancar. Sebenarnya
mereka tidak berarti apa-apa selain hanya sejenis batu dan tidak
mempunyai suatu nilai apapun pada dirinya. Manusia ingin memiliki
bahkan menguasai emas dan perak sebanyak-banyaknya, karena dengan nilai
tukar merekalah berbagai barang dan komoditas dunia dapat dibeli.
Ada sebagian sarana, benda atau barang yang tidak dimiliki oleh
setiap manusia dan ada sebagain sarana, benda atau barang lain yang
dibutuhkan oleh setiap manusia. Sebagai contoh, sekelompok orang
memiliki makanan, tetapi tidak memilik onta untuk kendaraan. Sebaliknya
ada sekelompok orang yang memiliki onta tapi tidak dapat mengahasilkan
makanan sendiri, padahal mereka membutuhkan makanan. Maka dari itu, di
antara mereka ada kebutuhan untuk tukar-menukar kedua jenis barang
tersebut dan keperluan untuk menetapkan nilai dari masing-masing
barang. Tetapi nilai antara barang yang satu dengan yang lain tidak
sama. Oleh karena itu, emas dan perak berperan sebagai hakim atau juri
bagi semua barang untuk penetapan nilainya dan untuk mendapatkan
benda-benda atau barang-barang melalui perantara mereka. Kemudian
disepakati bahwa harga seekor onta adalah seratus dinar dan bahwa harga
100 ekor ayam adalah sama. Maka dengan pertolongan emas dan perak,
nilai-nilai barang dagangan, seperti binatang ternak, makanan dan
sebagainya disesuaikan, meskipun emas dan perak itu sendiri sebenarnya
tidak mempunyai harga pada dirinya sendiri.
Allah menunjuk dan mengangkat mereka sebagai hakim untuk penentuan
nilai dan harga semua benda dan untuk nilai tukar benda-benda itu. Oleh
karena itu, emas dan perak ini disukai oleh manusia. Orang yang
mempunyai emas dan perak dengan demikian memiliki nilai tukar itu, yang
berarti memiliki benda atau barang. Sebidang cermin tidak mempunyi
nilai apapun terhadap dirinya sendiri, tetapi nilainya terletak pada
fakta bahwa ia menerima dan menampilkan gambar atau citra. Sama halnya
dengan emas dan perak, karena dengan nilai tukar mereka, semua barang
atau benda yang diperlukan manusia dapat dibeli. Ada pula
rencana-rencana lain, seperti halnya sebuah kata tidak mempunyai arti
apapun jika ia tidak digabungkan dengan kata-kata lainnya.
Penyalahgunaan Emas dan Perak
Orang yang dengan emas dan perak ini melakukan
suatu perbuatan berlawanan dengan rencana dan kehendak Allah, berarti
ia telah berbuat dosa dan durhaka kepada Allah dan tidak berterima
kasih kepada nikmat karunia yang Allah berikan kepadanya. Apabila ia
menggunakan keduanya namun malah menyimpannya di bawah tanah atau
menimbunnya dalam jangka waktu yang lama, berarti ia telah melakukan
kedzaliman yang besar dan melalaikan tujuan Allah dengan penciptaan
emas dan perak itu. Emas dan perak tidak diciptakan khusus bagi Zaid
atau Amar, tetapi sebagai alat tukar bagi barang dan komoditas. Mereka
juga tidak diciptakan bagi makanan atau untuk dimakan. Ada tulisan
Allah di alam semesta ini mengenai segala sesuatu namun tanpa
kata-kata. Allah berfirman:
“…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahulah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih” (QS At Taubah 9:34)
Emas Dan Perak Digunakan Sebagai Sarana (Wasilah)
Barang siapa yang menggunakan emas dan perak
sebagai barang-barang rumah tangga, wadah atau benjana atau semacamnya,
maka sesungguhnya ia telah berbuat yang bertentangan dengan tujuan
penciptaan emas dan perak dan hal itu dilarang oleh Allah. Dan berarti
ia telah berbuat dosa dan maksiat kepada Allah. Keadaan orang tersebut
bahkan lebih buruk dari pada keadaan orang yang menimbunnya atau
menyimpannya. Benjana dapat dibuat dari besi, tembaga, atau keramik
namun mereka tidak mempunyai nilai tukar, dan benda-benda atau
barang-barang lain tidak dapat dibeli dengan menggunakan besi, tembaga
atau logam lain. Untuk tujuan sebagai alat tukar inilah emas dan perak
diciptakan oleh Allah, bukan untuk dijadikan wadah dan bejana. Oleh
karen itu Rasulullah bersabda,
“Barang siapa yang meminum dari bejana emas dan perak, maka seolah-olah ia menuangkan sebongkah api neraka ke dalam perutnya”
Emas dan Perak Digunakan Sebagai Alat Bunga-Membungakan Uang
Orang yang membuka usaha jual-beli emas dan perak
dalam rangka memperoleh keuntungan atau dengan kata lain untuk
memperoleh bunga, maka berarti ia sedang berbuat sesuatu yang
berlawanan dengan rencana dan tujuan Allah dan karena itu ia berbuat
dosa dan maksiat kepada-Nya. Ia dianggap tidak bersykur kepada nikmat
karunia Allah, karena keduanya tidak diciptakan untuk jual-beli, namun
sebagai sarana atau perantara untuk mendapatkan benda-benda atau
barang-barang yang diperlukan. Ketika sesorang berdagang jenis-jenis
barang yang sama, misalnya berjual-beli emas, maka disana ada perbuatan
yang bertentangan dengan kehendak Allah. Rencana terhadap kedua jenis
logam mulia ini seperti kata dalam sebuah kalimat, maksudnya gabungan
kata-kata akan memberi arti, atau seperti warna-warna dalam sebuah
cermin. Dengan demikian, alat tukar emas dan perak untuk emas dan perak
tidaklah mempunyai makna, artinya sia-sia dan buang waktu saja. Seperti
itulah tujuan penimbunan emas dan perak, sehingga karenanya menimbun
emas dan perak akan dihukumi dengan perbuatan zalim.
Mungkin di antara kita ada yang bertanya, mengapa emas boleh (halal) dipertukarkan dengan perak?
Jawabannya adalah tujuan emas diciptakan berbeda dari tujuan
penciptaan perak, karena sekeping emas dapat ditukarkan dengan beberapa
keping perak. Gambarannya tidak berbeda dengan setalen dapat ditukar
dengan tiga uang, satu rupee dapat ditukar seratus paisa, atau satu
dolar dapat ditukar dengan 100 sen, yang dengannya banyak benda atau
barang yang bernilai lebih rendah dapat dibeli. Apabila mempertukarkan
emas dengan perak dilarang, maka benda-benda atau barang-barang tidak
mudah dibeli atau dijual. Satu rupee dapat ditukar dengan satu rupee
yang lain, karena tidak seorang pun yang ingin melakukan hal itu tanpa
keuntungan, tetapi satu rupee tidak dapat ditukarkan untuk lebih dari
satu rupee. Pemakaian uang tiruan (meski nilainya tertera jelas, dalam
hal ini uang kertas––penerj.) tidak sah, karena pemilik mata uang emas
tidak mau menerima uang tiruan sekalipun jumlah mata uang tiruan jauh
lebih besar. Sistem barter juga tidak diperbolehkan karena barang yang
baik dan barang yang buruk disamakan, padahal berbeda nilainya.
Menimbun bahan pangan juga tidak baik karena bahan pangan diciptakan
untuk memelihara tubuh. Apabila ada upaya penimbunan barang-barang ini
dalam jangka waktu yang cukup lama, maka tujuan penciptaan bahan pangan
ini menjadi terabaikan. Orang yang mempunyai kelebihan bahan pangan
harus memberikannya kepada orang-orang yang meminta karena membutuhkan.
Orang yang menginginkan bahan pangan dengan cara dipertukarkan dengan
jenis bahan pangan yang sama tidak dapat memperolehnya secara sah
karena ia tidak mempunyai kebutuhan padanya. Oleh karen itu syariat
mengutuk orang-orang yang menimbun bahan pangan.
Oleh: Abbas, Yogyakarta (pks pariaman selatan)
0 comments:
Posting Komentar