Jumat, 11 Januari 2013

160 KUA Di kumpulkan

Sikapi Temuan Irjen Kemenag soal Pungli Nikah
Padang, Padek—Temuan Ins­pektorat Jenderal Kemen­terian Agama (Kemenag) ada­nya pung­li biaya nikah hingga men­capai Rp 1,2 triliun seta­hun, disikapi serius oleh Kan­tor Wi­layah Kementerian Aga­ma (Kan­wil Kemenag) Sum­bar. Kemarin (10/1), sebanyak 160 Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) se-Sumbar di­kum­pulkan untuk menya­ma­kan persepsi terkait biaya nikah di Sumbar. 

Dalam rapat itu terungkap bahwa besarnya biaya per­ni­kahan tidak hanya disebabkan oleh pungli dari petugas KUA. Namun, juga disebabkan ada­nya penggembelungan biaya yang dilakukan pihak lain. Seperti oknum ninik mamak.

Plt Kabid Urais Kanwil Kemenag Sumbar, Abrar Mu­nandar menjelaskan, isu pung­li biaya nikah di KUA harus ada penyamaan persepsi. “Terlebih dulu harus dibedakan antara biaya pencatatan nikah dengan biaya pernikahan,” ucapnya didampingi Kasi Produk Halal Bidang Urais, Alfar Arbi.

Katanya, yang terkait lang­sung dengan petugas KUA ada­lah biaya pencatatan nikah. Bia­ya pencatatan nikah diatur da­­lam PP 47 Tahun 2004 ten­tang tarif atas jenis penerimaan ne­­gara bukan pajak, biaya pencata­tan nikah besarnya Rp 30 ribu.

“Hanya itu dana yang ter­kait langsung dengan KUA keca­matan. Dana itu dise­rah­kan ke kas negara menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Bahkan, biaya nikah bisa gratis apabila ada surat tidak mampu dari kantor camat,” jelasnya.

Sedangkan untuk biaya per­nikahan tidak pernah di­atur berapa besarannya. Yang terjadi selama ini, besaran biaya perni­kahan ditentukan oleh kultur budaya masyarakat.

Dia mencontohkan, di Mi­nang proses penetapan hari nikah tergantung kesepakatan ke­dua belah pihak. Umumnya pe­laksanaan nikah tidak pada hari kerja di KUA. Ditambah lagi petugas KUA tidak diberi biaya transportasi untuk meni­kahkan mempelai di luar jam dinas, apa­lagi ke daerah-daerah terisolir.

Meningkatnya biaya per­nikahan itu, kata Alfar, juga disebabkan banyaknya biaya-biaya yang diminta para ninik mamak mempelai. Biaya-biaya itu tidak masuk dalam biaya pernikahan. Salah satu contoh biaya saksi,” sebutnya.

Namun demikian, dia tak menafikan ada beberapa ok­num petugas KUA yang me­minta biaya pencatatan nikah lebih dari Rp 30 ribu. “Tapi itu telah kita tertibkan dan kita carikan solusinya. Sanksi telah diberikan kepada oknum pe­tugas KUA nakal,” akunya.

Rencana DPR me­nga­loka­sikan anggaran khusus bagi operasional KUA ketika meni­kahkan mempelai di luar jam dinas, disambut baik Kemenag Sumbar. Dia berjanji mem­berikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Selain membahas biaya nikah, juga dibahas upaya pe­ningkatan pembinaan Gera­kan Masyarakat Magrib Me­ngaji (Gemmar Mengaji) yang di­im­ple­mentasikan dengan Desa Binaan Bebas Buta Huruf Al Quran. “Untuk pembinaan agama di kecamatan, KUA adalah garda terdepan,” ujar pria yang sehari-hari bertugas se­bagai Kasi Kepenghuluan ini.

Kepala Kanwil Kemenag Sumbar, Ismail Usman me­minta semua daerah menyiap­kan diri menerima kunjungan dari daerah lain sebagai daerah percontohan Gemmar Me­nga­ji.  “Menag memberi apresiasi be­sar dan Sumbar menjadi rujukan dari program ter­sebut,” ujarnya.

Sebelumnya, Irjen Keme­nag Muhammad Jasin me­ngung­kapkan, jumlah pungli di seluruh KUA di Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 1,2 triliun. ’’Jum­lahnya memang besar karena punglinya tidak main-main,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Jasin memaparkan, pungli terjadi ketika ada pasangan yang mendaftar ke KUA untuk menikah. Dari proses pendaf­taran tersebut, biasanya para penghulu minta jatah atau ongkos. Biaya sebenarnya ha­nya Rp 30 ribu. Tetapi, para penghulu nakal itu mematok tarif Rp 500 ribu.

Kepala KUA Kecamatan Kuranji, Nasaruddin S me­nye­butkan, uang transportasi tersebut tidak dipatok besa­ran­nya alias sukarela. “Berapa pun jumlahnya, penghulu ti­dak pernah memperma­salah­kannya. Lagi pula, penghulu tidak tahu jumlah uang trans­portasi yang diberikan karena dalam amplop,” ujarnya saat ditemui di Kantor KUA, Kom­pleks Vilaku Indah, Gunung­sarik, beberapa waktu lalu.

Sebelum penghulu me­nye­tujui untuk datang ke rumah atau masjid tempat akad ni­kah, kedua mempelai terlebih dahulu menandatangani per­nyataan permohonan secara tertulis kepada KUA. Dalam surat itu, telah dinyatakan persetujuan mempelai untuk menanggung biaya ke tempat akad nikah di luar KUA. Alasan­nya, biaya ke rumah mempelai tidak di­tang­gung negara. (*)

0 comments:

Posting Komentar