Senin, 07 Januari 2013

Rani Sauriasari, Menciptakan Obat Demi Umat


Senin, 07 jANUARI 2013 12:26 WIB

Harian Detik - detikNews
Jakarta - Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, Rani Sauriasari mengetahui sang bunda mengidap diabetes melitus. Ibunya, yang bekerja di sebuah apotek, dan tantenya yang apoteker sepertinya turut mendorong dia masuk Jurusan Farmasi Universitas Indonesia. "Yang jelas, saya memang senang sekali belajar Kimia," kata Rani membuka percakapan dengan Detik di kampus UI, Depok, Jumat (14/12/2012) lalu.

Di sisi lain, dia juga amat menggemari Oshin (Shin Tanokura), serial drama Jepang yang populer pada pertengahan 1980-an. Film itu mengisahkan kerja keras seorang perempuan dalam menjalani hidup tanpa melepas tradisi. "Kisah Oshin yang mempesona mendorong saya memilih beasiswa ke Jepang ketimbang Australia atau Eropa," ujar Rani.

Selepas menjadi apoteker, dia meraih beasiswa di Okayama University pada 2005. Tapi dia sudah tinggal di Negeri Matahari Terbit tiga tahun sebelumnya untuk mendampingi suaminya, Datu Rizal Asral, yang tengah mengambil doktoral di bidang teknik. Karena hamil anak pertama, Rani baru mengambil program masternya setelah Muhammad Izzuddin Muzaffar berusia 2 tahun.

Menjelang tesis master pada Desember 2006, dia mendapatkan kabar kondisi ibunya memburuk. Rupanya, selain mengidap diabetes melitus tipe 2, sang ibu mengalami komplikasi berupa gagal ginjal. Pilihannya harus transplantasi dengan kemungkinan berhasil cuma 50 persen atau melakukan cuci darah. "Karena ayah tak berani memutuskan, akhirnya saya pulang ke Jakarta," ujarnya.

Dari penjelasan Profesor Markum di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, akhirnya Rani memutuskan sang ibu menjalani cuci darah. Dari kasus sang bunda pula ia bertekad melanjutkan beasiswa ke jenjang doktoral di kampus yang sama. Ia bertekad menciptakan obat yang dapat mencegah komplikasi diabetes, seperti ginjal dan hipertensi. Sebab, kondisi diabetes akan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, yang bisa menyebabkan komplikasi ke gangguan ginjal.


"Penyakit ginjal pada penderita diabetes itu sulit terdeteksi. Baru ketahuan bila sudah pada stadium parah," ujar Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Okayama 2008-2009 itu.

***

Rani kembali ke Tanah Air pada pengujung 2010 dengan menyandang gelar PhD bidang farmasi. Selain mengajar, ia memegang jabatan struktural di kampusnya sebagai Manajer Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Tugas itu masih harus dibagi dengan memimpin proyek pengembangan kebun obat di daerah Tangerang.


Semua aktivitas itu tak menyisihkan tekadnya menciptakan obat yang bisa mencegah komplikasi diabetes. Upaya pencarian antioksidan yang bekerja melalui mekanisme yang efektif dalam meningkatkan pertahanan antioksidan pada kondisi diabetes melitus menjadi hal yang sangat penting. Antioksidan potensial yang telah diketahui mampu meredam stres oksidatif adalah vitamin C dan vitamin E. Sayang, vitamin C dan vitamin E yang tersedia berlebih dalam tubuh justru akan berubah menjadi prooksidan setelah teroksidasi.

Proposal penelitian bertajuk 'Uji Manfaat Alpha-Lipoic Acid Sebagai Antioksidan pada Eritrosit Pasien Diabetes Melitus yang Mengalami Stres Oksidatif Secara In-Vitro' meraih penghargaan L'Oreal-UNESCO for Women in Science Nasional 2012 pada Selasa lalu. Selain Rani, turut meraih penghargaan serupa Elvi Restiawaty dari Sekolah Ilmu Teknologi dan Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung, Eni Sugiarti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Dieni Mansur, yang juga dari LIPI.

Berbekal hadiah Rp 75 juta dari L'Oreal, perempuan kelahiran Jakarta, 30 Agustus 1976, itu bakal terus mengembangkan penelitiannya. Apalagi angka penderita diabetes melitus terus meningkat di Indonesia. Ada kemungkinan pada 2030, kata dia, jumlahnya mencapai 21,3 juta orang, sehingga pengendalian diabetes, mencakup pengendalian faktor risiko, diagnosis, dan komplikasinya, menjadi sangat penting serta perlu dilakukan sejak dini.

Saat ini penelitian yang dilakukan Rani adalah mencoba memahami peran stres oksidatif pada kerusakan ginjal pasien diabetes melitus. Diharapkan pemahaman patofisiologi kerusakan ginjal pada pasien diabetes melitus dapat membantu pencarian penanda yang non-invasif dan mampu mendeteksi sejak awal serta membantu upaya pencarian strategi terapeutik yang tepat.

"Dalam waktu dekat, saya harus ke lapangan. Kebetulan dokter di RSCM yang menangani ibu saya siap membantu," ujar Rani.

Ia berharap hasil penelitiannya kelak dapat menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengembangan terapi klinis untuk mengatasi kondisi stres oksidatif pada pasien diabetes melitus tipe 2 Indonesia. Juga mendukung upaya pencegahan penyakit (preventive medicine) komplikasi pada pasien diabetes melitus, sehingga dapat membantu upaya memangkas biaya kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. "Jadi manfaatnya bukan cuma bagi ibu saya, tapi bagi segenap umat," ujarnya.

Pengalaman Organisasi:
- Ketua Bidang Dakwah Forum Silaturahim Muslimah Jepang 2007-2008
- Anggota Bidang Pendidikan dan Ilmiah Persatuan Pelajar Indonesia Okayama 2007-2008

Artikel ini telah dipublikasikan di Harian Detik edisi Minggu (16/12/2012). Anda bisa membaca artikel menarik lainnya di Harian Detik: Jejak Diplomasi Sukarno di Maroko     (PKS Pariaman Selatan)
 
 

0 comments:

Posting Komentar